Alergi debu timbul akibat adanya paparan alergen (zat yang memicu reaksi alergi) yang ada di dalam debu itu sendiri, seperti tungau, kotoran serangga, sel kulit mati, dan spora jamur. Tungau debu rumah (house dust mite) merupakan salah satu penyebab tersering alergi debu. Alergi yang muncul seringkali bukan karena tungau itu sendiri melainkan karena kotoran yang dihasilkan. Tungau ini berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat tanpa bantuan mikroskop dan dapat bertahan hidup di hampir segala jenis cuaca dan iklim, terutama pada lingkungan hangat dan lembab. Rumah yang tampak bersih pun belum tentu terbebas sepenuhnya dari tungau ini. House dust mite allergy merupakan salah satu bentuk alergi yang cukup sering ditemukan. Studi menunjukan 40%-85% orang yang mempunyai asma dan alergi juga mempunyai alergi debu rumah.
Karena debu selalu dijumpai di setiap kondisi, gejalanya dapat muncul setiap saat. Berbeda dengan alergi musiman (seasonal allergy) seperti alergi serbuk bunga. Aktivitas sistem imun akibat paparan alergen menyebabkan tubuh melepaskan mediator yang disebut histamin. Pelepasan histamin ini yang bertanggung jawab pada munculnya gejala-gejala alergi.
Gejala alergi debu yang sering dijumpai pada mata antara lain:
Reaksi alergi pada mata menyebabkan penumpukan cairan sehingga kelopak mata menjadi bengkak. Gejala mata bengkak dapat ringan sampai berat hingga mata sulit dibuka.
Kongesti pembuluh darah kecil di sekitar mata, akibat pelepasan histamin, menyebabkan darah menumpuk di sekitar kelopak mata dan menimbulkan warna kebiruan di kulit. Kondisi ini dikenal sebagai allergic shiner.
Efek histamin pada mata juga menimbulkan rasa gatal dan meningkatkan produksi sekret atau cairan mata. Cairan yang timbul biasanya berwarna jernih dan encer. Perubahan warna menjadi hijau atau kental seperti susu dapat menandakan adanya infeksi sekunder karena bakteri atau jamur.
Baca Juga: Cara Mengatasi Alergi Debu yang Perlu Anda Ketahui
Gejala alergi debu juga dapat muncul selain pada mata, antara lain:
Bersin merupakan salah satu mekanisme perlindungan tubuh saat ada benda asing yang masuk ke dalam hidung. Ukuran partikel debu yang sangat kecil dan tidak terlihat menyebabkan hidung gatal dan bersin berulang-ulang sehingga mengganggu aktivitas. Selain bersin terus menerus, sekret yang diproduksi hidung juga menjadi lebih banyak dan menyebabkan meler (runny nose).
Histamin menyebabkan timbulnya kongesti atau bendungan pembuluh darah di sekitar hidung dan membuat hidung buntu.
Selain bersin, batuk juga merupakan mekanisme pertahanan diri terhadap benda asing. Masuknya alergen, dalam hal ini debu rumah, merangsang tubuh mengativasi refleks batuk dan meningkatkan produksi mukus (semacam lendir untuk pertahanan tubuh). Apabila keadaan ini dibiarkan, mukus yang kental dan lengket dapat menutup saluran nafas, menyebabkan sesak, dan kekurangan oksigen.
Asma merupakan salah satu manifestasi alergi yang cukup sering dijumpai. Adanya reaksi peradangan (inflamasi) akibat alergi di saluran nafas dan paru membuat saluran nafas menyempit sehingga menimbulkan bunyi mengi saat bernafas.
Selain gejala-gejala tersebut untuk memastikan adanya alergi juga dapat diketahui melalui beberapa pemeriksaan seperti:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menyuntikan beberapa alergen di kulit dalam dosis rendah untuk mengetahui reaksi tubuh terhadap zat tersebut.
Kadar eosinofil dan imunoglobulin E (IgE) yang tingg seringkali dijumpai pada orang dengan alergi.
Baca Juga: Menjaga Kesehatan Mata yang Tepat
Faktor risiko seseorang mempunyai alergi debu antara lain:
Suatu alergi pada seseorang dapat muncul dalam bentuk beragam, seperti gatal dan muncul ruam di kulit, asma, mata bengkak dan berair, dan sebagainya. Adanya satu jenis alergi pada seseorang membuat orang tersebut juga rentan timbul bentuk alergi yang lain, misalnya mempunyai alergi makanan atau lateks.
Data menunjukkan orang tua dengan alergi mempunyai risiko lebih besar untuk mempunyai keturunan dengan alergi, di mana manifestasi alergi tersebut bisa sama namun juga dapat berbeda. Orang tua dengan riwayat asma dapat mempunyai anak dengan alergi pada kulit (dermatitis atopik) atau pada mata (konjungtivitis alergi).
Cara paling efektif dalam menangani alergi debu adalah menghindari alergen semaksimal mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
Bahan hipoalergenik atau allergen-proof dapat mencegah kolonisasi tungau sehingga meminimalisasi reaksi alergi.
Mencuci selimut, sprei, sarung bantal guling, bedcover dengan air panas dapat membunuh tungau dan menyingkirkan alergen.
Karpet dapat menjadi tempat bersarangnya tungau dan penumpukan debu. Apabila tidak dapat diganti, karpet perlu dibersihkan dengan menggunakan vacuum cleaner dengan filtrasi tinggi.
Ruangan yang terlalu lembab dan panas membuat tungau tumbuh. Menggunakan air purifier dengan filter dapat menurunkan risiko kekambuhan.
Penggunaan masker dapat membantu mengurangi risiko paparan berulang terhadap debu rumah.
Alergi debu yang ringan dapat mereda dengan sendirinya, namun tidak jarang diperlukan bantuan pengobatan, seperti:
Tetes mata yang berisi air mata buatan, antihistamin, dan steroid dapat digunakan untuk meredakan gejala mata gatal, bengkak, dan berair.
Penggunaan obat golongan antihistamin dan steroid, dapat memperbaiki gejala alergi yang muncul seperti mata bengkak, hidung berair, dan sebagainya. Pada gejala ringan dapat diberikan dalam bentuk sediaan obat minum, dan pada gejala yang lebih berat dapat diberkan secara suntikan.
Penggunaan dekongestan ditujukan untuk mengurangi sumbatan akibat pembengkakan di sekitar hidung. Pemberiaannya dapat dalam bentuk obat minum atau semprot hidung.
Alergi debu yang mencetuskan asma dan sesak nafas memerlukan bantuan nebulisasi untuk melonggarkan jalan nafas dan meredakan gejala.
Imunoterapi merupakan terapi yang bertujuan menurunkan sensitivitas sel imun terhadap paparan alergen (desensitisasi) dan dilakukan bila pengobatan yang lain sudah adekuat.
Baca Juga: Mari Mengenal 5 Cara Mengobati Rhinitis dengan Ampuh
Manifestasi alergi debu dapat muncul sebagai gejala ringan sampai berat, seperti sesak nafas sehingga mencegah kekambuhan dan kontak dengan alergen semaksimal mungkin merupakan pilihan utama.
dr. Eduard Leonid adalah seorang dokter umum lulusan Universitas Airlangga Surabaya tahun 2011. Penulis saat ini bekerja sebagai dokter tetap di RS SMC Telogorejo Semarang.
Aggarwal P, Senthilkumaran S. Dust Mite Allergy. [Updated 2022 May 1]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560718/
Badii, C. (2019, March 8). Allergic Conjunctivitis. Healthline. https://www.healthline.com/health/allergic-conjunctivitis
Fletcher, J. (2017, July 15). What’s to know about dust mite allergy? Healthline. https://www.medicalnewstoday.com/articles/318419
Kerr, M. (2020, March 12). Dust Mite Allergies. Healthline. https://www.healthline.com/health/allergies/dust-mites
Mayo Clinic. (2021, July 31). Dust mite allergy. Mayo Clinic. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/dust-mites/diagnosis-treatment/drc-20352178
Thank you for contacting the Carevo team, our team will
immediately contact you with related topics