
We will contact you shortly
Thank you for contacting the Carevo team, our team will
immediately contact you with related topics
Endometriosis adalah penyakit kronik yang dikaitkan dengan nyeri panggul dan subfertilitas pada ± 176 juta wanita di seluruh dunia. Penyakit ini sering mengalami keterlambatan diagnosis sehingga menyebabkan gangguan pada kualitas hidup penderita secara signifikan.
Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi jinak yang paling umum. Penyakit ini terjadi pada 6-10% perempuan dalam masa subur, namun angka kejadian secara pasti tidak diketahui karena diagnosis pada penyakit ini harus melalui laparoskopi yang menyebabkan keterlambatan diagnosis selama bertahun-tahun. Sebanyak 50-60% perempuan yang menderita
nyeri panggul dan 50% wanita yang mengalami infertilitas menderita endometriosis. Sekitar 2/3 perempuan dewasa dengan nyeri panggul kronik ditemukan endometriosis dari prosedur laparoskopi.
Endometriosis adalah suatu keadaan di mana jaringan lapisan dinding dalam rahim (endometrium) yang masih berfungsi terdapat di luar rongga rahim. Jaringan ini terdiri atas bagian kelenjar-kelenjar dan stroma yang terdapat di dalam otot rahim ataupun di luar organ rahim itu sendiri. Endometriosis disebut sebagai estrogen dependent disease karena pada pertumbuhan dan perkembangan jaringan endometrium ektopik tersebut dibutuhkan stimulasi dari hormon estrogen.
Endometriosis sering ditemukan pada wanita usia reproduksi. Persentase kemungkinan terjadinya endometriosis pada wanita usia reproduksi berkisar 3-10 %. Dan pada kelompok wanita infertil (tidak produktif) berkisar 9-50%, dan pada kelompok yang sedang menjalani prosedur evaluasi operatif dismenore angka kejadiannya mencapai 60%.
Terdapat dua gejala klinis yang paling sering menjadi keluhan pada wanita dengan endometriosis yaitu nyeri dan infertilitas (gangguan kesuburan).
Nyeri yang terjadi dapat berupa nyeri panggul kronis, nyeri saat haid (dismenore), nyeri saat kencing, dan nyeri saat BAB. Nyeri panggul kronis yang terjadi dapat berulang. Biasanya timbul 24-48 jam sebelum menstruasi dan mereda beberapa saat setelah timbul menstruasi. Dismenore yang disebabkan oleh endometriosis tidak berhubungan langsung dengan jumlah penyakit yang terlihat. Pada wanita dengan endometriosis, kebanyakan dismenore memburuk dari hari ke hari. Lokasi endometriosis dapat mempengaruhi keluhan yang timbul. Deep Infiltrating Endometriosis (DIE) yang berlokasi di panggul bagian belakang dapat meningkatkan keluhan terjadinya nyeri saat BAB, sedangkan endometriosis di bagian lebih depan dapat menyebabkan nyeri saat kencing dan BAB. Nyeri dapat bersifat tajam, seperti terbakar atau kram yang menyebabkan otot–otot panggul cenderung menjadi kencang dan membuat rasa nyeri semakin bertambah.
Infertilitas yang terjadi pada penderita endometriosis disebabkan karena terjadinya gangguan pada rongga rahim sehingga perlekatan sel telur yang sudah dibuahi pada dinding rahim menjadi terganggu. Pada endometriosis yang sudah parah, terjadi perlekatan pada rongga panggul, saluran tuba, atau indung telur yang dapat mengganggu transportasi embrio. Pada beberapa kasus, infertilitas dapat menjadi satu-satunya keluhan, dan endometriosis ditemukan pada saat evaluasi laparoskopi sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas. Munculnya endometriosis pada pasien infertilitas tanpa gejala (asimptomatik) bervariasi antara 30% dan 50%.
Baca Juga: Cyclic Vomiting Syndrome: Pengertian, Ciri-ciri, Penyebab, dan Cara Mengobatinya
Mekanisme penyebab terjadinya endometriosis sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas. Namun terdapat beberapa teori yang diyakini sebagai proses pembentukan endometriosis:
Pada mekanisme ini digambarkan bahwa terdapat aliran balik darah haid yang berisi jaringan endometrium melalui saluran tuba falopi kemudian tumpah keluar dan melakukan perlengketan (implantasi) di rongga perut (peritoneum).
Teori ini menunjukkan bahwa jaringan endometrium menyebar melalui saluran limfatik yang terdapat di rahim (uterus) kemudian dibawa ke tempat-tempat di rongga panggul (pelvis) yang akan menjadi tempat pertumbuhan dari jaringan endometrium secara ektopik.
Teori ini mengemukakan bahwa endometriosis berasal dari sel diluar rahim (ekstra uteri) yang secara abnormal melakukan perubahan bentuk dan fungsi (trans-diferensiasi) atau transformasi menjadi sel endometriosis yang dalam kondisi tertentu, sel-sel ini dapat berkembang menjadi jaringan endometrium yang fungsional.
Baca Juga: 7 Ciri-Ciri Alergi Susu Formula pada Bayi dan Cara Menanganinya
Endometriosis dikenal sebagai estrogen dependent disease. Kejadian endometriosis sebagian besar didapatkan pada perempuan usia reproduksi dan tidak terjadi pada perempuan usia pasca menopause yang sudah tidak memproduksi hormon estrogen. Hormon estrogen berperan pada proliferasi endometrium saat terjadinya proses menstruasi yang normal, keadaan ini sama dengan endometriosis dimana hormon estrogen menstimulasi pembentukan (proliferasi) endometrium ektopik dan meningkatkan respon jaringan endometriosis terhadap estrogen.
Terjadi peningkatan mediator inflamasi (peradangan) pada darah dan cairan peritoneum perempuan penderita endometriosis. Selain itu, keluhan nyeri pada penderita endometriosis dapat berkurang dengan pemberian obat non steroid anti-inflamasi. Selain itu, endometriosis juga dikaitkan dengan Reactive Oxygen Species (ROS). ROS akan menyebabkan terjadi pelepasan produk pro inflamasi dan stres oksidatif sehingga menimbulkan reaksi inflamasi.
Kemampuan jaringan endometrium untuk mampu bertahan hidup di lokasi ektopik diduga berhubungan dengan respons imun penderita yang abnormal. Belum diketahui secara pasti apakah imunitas abnormal ini sebagai sebab atau akibat kejadian endometriosis. Namun telah diketahui bahwa terjadi perubahan imunitas seluler maupun humoral pada penderita endometriosis sehingga respons imun yang abnormal ini akan menghasilkan eliminasi yang tidak efektif terhadap debris-debris aliran balik darah haid. Kondisi ini menjadi faktor penyebab perkembangan penyakit endometriosis.
Terdapat laporan terkait agregasi famili dan risiko tinggi pada first degree relative serta kejadian endometriosis pada saudara kembar. Endometriosis merupakan penyakit yang tergantung hormon estrogen. Sehingga memungkinkan terjadinya variasi genetik yang menghasilkan peningkatan pengaruh estrogen pada kondisi endometriosis yang nantinya akan mempengaruhi perkembangan pada endometriosis.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko endometriosis adalah:
Faktor risiko endometriosis erat hubungannya dengan riwayat keluarga. Pada kerabat tingkat pertama, peningkatan risiko mencapai 7-10 kali lipat. Faktor genetik menjelaskan pernyataan ini. Ditemukan pada studi terhadap 3096 pasien kembar, jika salah satunya mempunyai endometriosis maka kemungkinan untuk kembarannya memiliki endometriosis adalah 52%.
Faktor risiko endometriosis lainya masih belum jelas. Namun, teori mengatakan predisposisi individu, seperti cacat bawaan uterus, dapat berkontribusi dalam endometriosis. Pernyataan tersebut masih membutuhkan studi lebih lanjut. Faktor lain, seperti menarke dini, siklus menstruasi yang pendek, periode menstruasi yang panjang, dan nuliparitas, terkait dengan peningkatan risiko. Peningkatan prevalensi endometriosis dilaporkan terjadi pada wanita dengan indeks massa tubuh yang rendah dan mengkonsumsi alkohol
Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien endometriosis adalah obat-obatan, terapi hormonal, bedah, serta kombinasi obat dan bedah. Pilihan pengobatan tergantung pada keadaan individu pasien, yang meliputi :
Pengobatan dengan memberikan anti nyeri seperti paracetamol 500 mg 3 kali sehari, Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) seperti ibuprofen 400 mg tiga kali sehari, asam mefenamat 500 mg tiga kali sehari. Tramadol, parasetamol dengan codeine, Gamma Aminobutyric Acid (GABA) inhibitor seperti gabapentin.
Penanganan terhadap endometriosis dengan pemberian pil kontrasepsi dosis rendah. Kombinasi monofasik (sekali sehari selama 6–12 bulan) merupakan pilihan pertama yang sering dilakukan untuk menimbulkan kondisi kehamilan palsu dengan timbulnya amenorea dan desidualisasi jaringan endometrium. Kombinasi pil kontrasepsi apa pun dalam dosis rendah yang mengandung 30–35 μg etinilestradiol yang digunakan secara terus-menerus bisa menjadi efektif terhadap penanganan endometriosis. Membaiknya gejala dismenore dan. Tingkat kambuh pada tahun pertama terjadi sekitar 17 – 18%. Kontrasepsi oral merupakan pengobatan dengan biaya lebih rendah dibandingkan dengan lainnya dan bisa sangat membantu terhadap penanganan endometriosis jangka pendek, dengan potensi keuntungan yang bisa dirasakan dalam jangka panjang.
Progestin memungkinkan efek anti endometriosis dengan menyebabkan desidualisasi awal pada jaringan endometrium dan diikuti dengan atrofi. Medroxyprogesterone Acetate (MPA) adalah hal yang paling sering diteliti dan sangat efektif dalam meringankan rasa nyeri. Dimulai dengan dosis 30 mg per hari dan kemudian ditingkatkan sesuai dengan respons klinis dan pola perdarahan. MPA 150 mg yang diberikan intramuskular setiap 3 bulan, juga efektif terhadap penanganan rasa nyeri pada endometriosis. Pemberian suntikan progesterone depot seperti suntikan KB dapat membantu mengurangi gejala nyeri dan perdarahan. Efek samping progestin adalah peningkatan berat badan, perdarahan, dan mual muntah. Pilihan lain dengan menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yang mengandung progesteron, levonorgestrel dengan efek timbulnya amenorea dapat digunakan untuk pengobatan endometriosis. Strategi pengobatan lain meliputi didrogesteron (20 – 30 mg perhari baik itu terus-menerus maupun pada hari ke 5–25) dan lynestrenol 10 mg per hari.
Danazol dapat menyebabkan level androgen berada dalam jumlah yang tinggi dan estrogen dalam jumlah yang rendah sehingga menekan berkembangnya endometriosis dan timbul amenorea yang diproduksi untuk mencegah implant baru pada uterus sampai ke rongga peritoneal. Cara praktis penggunaan danazol adalah memulai perawatan dengan 400 – 800 mg per hari, dapat dimulai dengan memberikan 200 mg dua kali sehari selama 6 bulan. Dosis dapat ditingkatkan bila perlu untuk mencapai amenorea dan menghilangkan gejala-gejala. Efek samping yang paling umum adalah peningkatan berat badan, akne, hirsutisme, vaginitis atrofik, kelelahan, pengecilan payudara, gangguan emosi, peningkatan kadar LDL kolesterol, dan kolesterol total.
Baca Juga: Apa Itu Gangguan Kognitif dan Seperti Apa Ciri-Cirinya yang Harus Diwaspadai?
Gestrinon bekerja sentral dan perifer untuk meningkatkan kadar testosterone dan mengurangi kadar Sex Hormon Binding Globuline (SHGB), menurunkan nilai serum estradiol ke tingkat folikular awal (antiestrogenik), mengurangi kadar Luteinizing Hormone (LH), dan menghalangi lonjakan LH. Amenorea sendiri terjadi pada 50 – 100% perempuan. Gestrinon diberikan dengan dosis 2,5 – 10 mg, dua sampai tiga kali seminggu, selama enam bulan. Efek sampingnya sama dengan danazol tapi lebih jarang.
GnRHa akan menciptakan keadaan yang hipogonadotropik hipogonadisme, dimana ovarium tidak aktif sehingga tidak terjadi siklus haid. GnRHa dapat diberikan intramuskular, subkutan, intranasal. Biasanya dalam bentuk depot satu bulan ataupun depot tiga bulan. Efek samping antara lain vagina kering, kelelahan, sakit kepala, pengurangan libido, depresi, atau penurunan densitas tulang. Berbagai jenis GnRHa antara lain leuprolide, busereline, dan gosereline. Untuk mengurangi efek samping dapat disertai dengan terapi add back dengan estrogen dan progesteron alamiah. GnRHa diberikan selama 6 – 12 bulan.
Fungsinya menghambat perubahan C19 androgen menjadi C18 estrogen. Aromatase P450 banyak ditemukan pada perempuan dengan gangguan organ reproduksi seperti endometriosis, adenomiosis, dan mioma uteri.
Selain penatalaksanaan medis, dapat juga dilakukan penatalaksanaan bedah. Pembedahan pada endometriosis adalah untuk menangani efek endometriosis itu sendiri, yaitu nyeri panggul, subfertilitas, dan kista. Pembedahan bertujuan menghilangkan gejala, meningkatkan kesuburan, menghilangkan bintik-bintik dan kista endometriosis, serta menahan laju kekambuhan. Penanganan bedah yang dapat dilakukan antara lain:
Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengangkat semua sarang endometriosis dan melepaskan perlengketan serta memperbaiki kembali struktur anatomi reproduksi. Sarang endometriosis dibersihkan dengan eksisi, ablasi kauter, ataupun laser. Sementara itu kista endometriosis < 3 cm di drainase dan di kauter dinding kista, kista > 3 cm dilakukan kistektomi dengan meninggalkan jaringan ovarium yang sehat. Penanganan pembedahan dapat dilakukan secara laparotomi ataupun laparoskopi. Penanganan dengan laparoskopi menawarkan keuntungan lama perawatan yang pendek, nyeri pasca operatif minimal, lebih sedikit perlengkatan, visualisasi operatif yang lebih baik terhadap bintik-bintik endometriosis. Penanganan konservatif dapat menjadi pilihan pada perempuan yang masih muda, menginginkan keturunan, memerlukan hormon reproduksi, mengingat endometriosis ini merupakan suatu penyakit yang lambat progresif, tidak cenderung ganas, dan akan regresi bila menopause. Terapi obat-obatan dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah endometriosis sebelum operasi, dan untuk memfasilitasi penyembuhan segera dan mencegah kekambuhan setelah operasi.
Dilakukan dengan histerektomi dan bilateral salfingo-ooforektomi. Ditujukan pada perempuan yang mengalami penanganan medis ataupun bedah konservatif gagal dan tidak membutuhkan fungsi reproduksi. Setelah pembedahan radikal diberikan terapi substitusi hormone.
Dilakukan untuk menghilangkan nyeri dengan presacral neurectomy atau LUNA (Laser Uterosacral Nerve Ablation).
Selalu jaga kesehatan anda, dan catat gejalanya dengan Aplikasi Personal Health Record dari Carevo.
Artikel ini Ditulis Oleh:
Baca juga :
Thank you for contacting the Carevo team, our team will
immediately contact you with related topics