
We will contact you shortly
Thank you for contacting the Carevo team, our team will
immediately contact you with related topics
Hiperseks adalah suatu kondisi di mana seseorang tidak dapat mengendalikan rangsangan seksual seperti keinginan dan fantasi seksual yang berakibat melakukan aktivitas seksual yang tidak dapat dikontrol juga. Hal ini akan sangat mempengaruhi kehidupan orang tersebut dan membuatnya kesulitan dalam membangun hubungan sosial dengan orang lain. Hiperseks atau yang dikenal sebagai compulsive sexual behavior (CSB) diperkirakan ada pada 2%-5% populasi. Saat ini masih ada beberapa perdebatan apakah CSB dapat disebut sebagai suatu penyakit. WHO, melalui ICD-11 (International Classification of Disease), menyebutkan CSB sebagai suatu disorder (gangguan), namun pada DSM V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) tidak disebutkan CSB ini sebagai suatu diagnosis tersendiri.
Hiperseks bisa terjadi baik pada pria maupun wanita dan perlu dibedakan dengan libido yang tinggi. Libido merupakan nafsu seksual yang dimiliki semua orang dan dapat berfluktuasi. Namun pada orang dengan libido yang tinggi, ia masih dapat mengendalikan rangsangan tersebut dan tidak membuat dampak merugikan. Sedangkan pada hiperseks, dorongan seksual yang muncul tidak dapat dikendalikan sehingga dapat mengganggu aktivitas sosial orang tersebut, seperti pendidikan atau pekerjaan, dan interaksi sosial dengan pasangan maupun orang lain.
Penyebab pasti hiperseks belum diketahui hingga saat ini, namun beberapa faktor risiko dapat mempengaruhi perkembangannya, seperti:
Adanya pengalaman perundungan dan rudapaksa atau pelecehan seksual (sexual abuse) ditemukan pada sebagian besar kasus CSB. Trauma masa kecil berperan besar pada kasus ini dan cukup banyak ditemukan pada wanita.
Substance abuse atau penggunaan zat berlebihan seperti narkoba, psikotropika, dan zat adiktif termasuk alkohol dapat memicu timbulnya berbagai masalah psikologis, selain masalah kesehatan fisik tentunya, seperti CSB dan perilaku menyimpang lainnya karena pengaruhnya pada otak pengguna.
Gangguan mental (mental disorders) dapat saling berkaitan satu sama lain. CSB dapat juga muncul pada orang yang mempunyai gangguan bipolar, depresi atau gangguan perilaku yang lain sebagai suatu coping mechanism (cara seseorang dalam menghadapi situasi stres atau tekanan psikologis berat).
Obat-obatan yang bekerja dengan mempengaruhi otak dan syaraf khususnya neurotransmiter dopamin dapat mencetuskan timbulnya CSB.
Lobus frontal merupakan bagian otak yang paling besar dan berperan penting pada fungsi luhur seperti ingatan, kemampuan mengambil keputusan, berpikir abstrak, respons sosial, dan kreativitas. Adanya gangguan di lobus frontal seperti pada kecelakaan atau tumor akan mempengaruhi fungsinya dan orang tersebut dapat menunjukkan perubahan perilaku sosial.
Perkembangan teknologi yang pesat dan akses media sosial membuat orang sangat mudah menemukan konten-konten seksual, yang apabila tidak terkendali dapat meningkatkan imajinasi dan memperburuk kondisi CSB.
Baca Juga: Penyebab Terlambat Menstruasi yang Wajib Diwaspadai
Fantasi seksual yang sangat intens dan tidak dapat dikendalikan sehingga menyita sebagian besar waktu orang tersebut dan mengganggu pendidikan atau pekerjaannya.
Hiperseks membuat seorang wanita dapat mencari kepuasan terus menerus meskipun tidak dengan pasangannya. Hal ini dapat menyebabkan dampak serius pada pernikahannya dan hubungan nya dengan keluarga.
Orang dengan CSB mempunyai keinginan untuk mengendalikan rangsangan yang muncul tersebut, namun usaha tersebut seringkali gagal.
Hiperseks atau CSB dapat bermanifestasi tidak hanya pada masturbasi yang tidak terkontrol, prostitusi, atau perselingkuhan, namun juga dapat muncul sebagai perilaku seksual menyimpang seperti ekshibisionisme (memamerkan alat kelamin di depan umum) atau voyeurisme (suka mengintip).
Mekanisme koping (coping mechanism) merupakan usaha seseorang untuk mengatasi kondisi atau tekanan psikologis berat. Pada hiperseks, orang cenderung menjadikan aktivitas seksual sebagai pelarian dari tekanan tersebut dan seringkali tidak terkendali.
Perilaku hiperseks membuat orang menjadi malu dan kurang percaya diri sehingga cenderung tertutup dan berbohong untuk menutupi perilaku tersebut. Namun hal ini juga sering ditemukan pada kondisi gangguan psikis yang lain seperti skin prick disorder atau binge-eating disorder.
Pada awalnya aktivitas seksual dapat menyenangkan dan memberi kepuasan untuk orang tersebut, dan semakin lama rangsangan yang muncul dapat semakin besar dan sulit untuk mendapatkan kepuasan. Namun aktivitas tersebut tetap dilakukan meskipun orang tersebut hanya mendapatkan sedikit kepuasan atau bahkan tidak sama sekali.
CSB yang tidak terkendali selain mempengaruhi hubungan sosial orang tersebut, juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, seperti STD (Sexually Transmitted Diseases atau penyakit menular seksual).
Baca Juga: Khasiat dan Manfaat Manjakani
Seperti gangguan psikologis pada umumnya, hiperseks dapat dikendalikan dengan kombinasi obat dan psikoterapi, yaitu:
Beberapa studi menunjukan penggunaan obat untuk menstabilkan mood dapat mengurangi rangsangan seksual pada orang dengan compulsive sexual behavior.
Pada terapi perilaku kognitif ini akan difokuskan untuk membantu orang dengan CSB agar dapat mengidentifikasi triger yang dapat mencetuskan pikiran-pikiran negatif dan perilakunya sehingga dapat digantikan dengan pikiran dan perilaku yang lebih positif. CBT juga bertujuan meningkatkan rasa percaya diri.
Adanya dukungan pasangan dan keluarga dapat membantu mempercepat penanganan CSB. Terapi ini juga dapat membantu memulihkan hubungan yang sehat dengan pasangan dan keluarga.
Baca Juga: Inilah Bahaya Merokok Pada Wanita yang Harus Dijauhi
Dengan mengendalikan keinginan dan dorongan seksual ini diharapkan orang tersebut dapat melakukan fungsi dan tanggung jawabnya sehari-hari dalam berinteraksi dengan orang lain. Mencari bantuan profesional dan tidak self diagnosed (mendiagnosis diri sendiri) merupakan langkah awal untuk menangani CSB.
dr. Eduard Leonid adalah seorang dokter umum lulusan Universitas Airlangga Surabaya tahun 2011. Penulis saat ini bekerja sebagai dokter tetap di RS SMC Telogorejo Semarang.
Bőthe, B., Koós, M., & Demetrovics, Z. (2022). Contradicting classification, nomenclature, and diagnostic criteria of Compulsive Sexual Behavior Disorder (CSBD) and future directions •. Journal of Behavioral Addictions, 11(2), 204–209. https://doi.org/10.1556/2006.2022.00030
Derbyshire, K. L., & Grant, J. E. (2015). Compulsive sexual behavior: a review of the literature. Journal of Behavioral Addictions, 4(2), 37–43. https://doi.org/10.1556/2006.4.2015.003
Dexter, G. (2021, December 20). What Is Hypersexuality Disorder? VeryWellHealth. https://www.verywellhealth.com/hypersexuality-disorder-5205366
Fletcher, J. (2022, April 5). What to know about hypersexuality. MedicalNewsToday. https://www.medicalnewstoday.com/articles/hypersexuality
Jennings, T. L., Gleason, N., & Kraus, S. W. (2022). Assessment of compulsive sexual behavior disorder among lesbian, gay, bisexual, transgender, and queer clients •. Journal of Behavioral Addictions, 11(2), 216–221. https://doi.org/10.1556/2006.2022.00028
Kraus, S. W., Voon, V., & Potenza, M. N. (2016). Should compulsive sexual behavior be considered an addiction? Addiction, 111(12), 2097–2106. https://doi.org/10.1111/add.13297
Mayo Clinic. (2020, February 7). Compulsive sexual behavior. Mayo Clinic. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/compulsive-sexual-behavior/symptoms-causes/syc-20360434
Orford, S. (2021, April 5). What Are the Symptoms of Sex Addiction? PsychCentral. https://psychcentral.com/lib/symptoms-of-sexual-addiction
Baca juga :
Thank you for contacting the Carevo team, our team will
immediately contact you with related topics