Beranda > Artikel > Distrofi Otot Duchenne: Pengertian, Gejala, dan Cara Penanganannya

Distrofi Otot Duchenne: Pengertian, Gejala, dan Cara Penanganannya

distrofi otot duchenne

Salah satu penyakit yang menyerang otot salah satunya adalah distrofi otot. Mungkin Anda jarang mendengar tentang penyakit ini, tetapi sifat penyakit ini adalah mudah terjadi perburukan dan progresivitas penyakitnya yang perlu diwaspadai. Dalam artikel ini Anda dapat mengetahui dari arti, gejala-gejala, dan cara mengatasi penyakit ini.  

 

Apa itu Distrofi Otot Duchenne?

 

Secara arti umum distrofi otot adalah suatu kumpulan kelainan otot progresif non peradangan (inflamasi) dan tanpa keterlibatan sistem saraf baik pusat dan saraf tepi yang diwariskan dari orangtua kepada penderitanya. 

Berdasarkan sejarahnya penyakit ini ditemukan di tahun 1836. Saat itu kasus ini ditemukan di dua anak laki-laki yang ditandai dengan kelemahan secara tiba-tiba di otot, yang kemudian seiring berjalannya waktu, penyakit ini bertambah parah gejalanya.  

Muncul kata distrofi otot Duchenne dikarenakan pada tahun 1868, seorang ahli saraf bernama Guillaume Duchenne menjadi dokter pertama yang menuliskan dan melaporkan kasus ini. Oleh karena itulah namanya dimasukkan ke dalam kelainan penyakit yang terjadi.  

DMD menjadi bagian dari gangguan otot langka yang terjadi pada 1 berbanding 3.500 bayi laki-laki baru lahir di dunia. Gangguan baru akan tampak saat usia anak memasuki usia 3 hingga 6 tahun.  

 

Proses Terjadinya Penyakit 

 

Diduga beberapa protein terlibat dalam proses terjadinya penyakit ini dengan interaksi dari membran otot dan lingkungan luar. Sarcolemmal stability, dystrophin, dan dystrophin-associated glycoprotein (DAGs) menjadi 3 protein utama dalam perjalanan penyakit ini. 

Penyakit ini diwariskan dari orangtua penderita kepada anaknya melalui mutase genetika yang melibatkan kromosom X. Protein dystrophin dalam kondisi normal juga terdapat di dalam otot lurik, otot rangka, hingga otot jantung dengan jumlah yang sangat minimal, hanya sebesar 0.002%, namun keberadaan protein ini sangat penting dalam menjaga struktur integritas otot. Pada kasus distrofi otot ini jumlah distrofin kurang sehingga, terjadilah gangguan struktur integritas otot pada penderitanya. 

 

 Baca Juga: Pentingkah Menjaga Kesehatan Otot?

 

Jenis-Jenis Penyakit Distrofi Otot

 

Secara umum distrofi otot dapat dibagi menjadi: 

 

1. Distrofi otot terkait seks 

 

Kelompok distrofi otot ini terdiri dari distrofi otot Duchenne, Becker, dan Emery-Dreifuss 

 

2. Distrofi otot karena keterlibatan autosomal dominan

 

Contohnya seperti facioscapulohumeral, distal, ocular, oculopharyngeal. 

 

3. Distrofi otot karena keterlibatan autosomal resesif, seperti Limb-girdle. 

 

Berdasarkan kata dasarnya limb-girdle ini berarti kelemahan pada ekstremitas baik lengan dan tungkai.

 

Gejala Distrofi Otot Duchenne (DMD)

 

Gejala DMD dapat terjadi pada usia-usia awal anak-anak. Pada anak dengan DMD ini dapat ditemukan: 

 

1. Kelemahan tubuh dan pengecilan otot-otot penyangga

 

Kelemahan dimulai dari area pinggul. Kelemahan ini berlanjut menjadi pengecilan otot-otot di sekitarnya. Pada tahapan selanjutnya kelemahan akan berlanjut di daerah pundak / bahu, dan diikuti dengan pengecilan otot-otot di sekitar bahu. Pada kasus yang lebih parah lagi, kondisi ini juga mempengaruhi bagian tungkai bawah, lengan, leher, dan bagian batang tubuh.  

 

2. Keterlambatan tumbuh kembang anak

 

Dikarenakan adanya gangguan pada ototnya, seorang anak akan mengalami gangguan pada sistem motoriknya, seperti duduk, berdiri, berjalan. Ketika anak dicoba dilatih, mereka cenderung akan terjatuh. Di titik inilah seringkali orangtua tidak menyadari bahwa kondisi yang dialami oleh anaknya merupakan suatu kelainan, dan sering dianggap sebagai suatu kejadian normal.  

 

3. Gangguan postural tubuh  

 

Gangguan ini menjadi dampak akibat pengecilan otot-ototnya. Dapat ditemukan seperti skoliosis, lordosis, dan kekakuan pada sendi-sendi (kontraktur). 

 

4. Gangguan jantung 

 

Pada kasus yang berat, gangguan juga dapat terjadi pada jantung dikarenakan protein distrofin yang kurang. Kelainan yang terjadi yaitu kondisi kardiomiopati. Kondisi ini berpotensi menjadi pengancam nyawa bagi penderitanya. 

 

PHR

 

5. Risiko infeksi saluran nafas 

 

Infeksi saluran nafas bisa terjadi dikarenakan oleh karena seorang anak tersedak. Dampaknya adalah bisa menyebabkan kematian apabila tersedak kerap terjadi.

  

6. Gangguan pencernaan 

 

Di saluran cerna seorang manusia normal juga terdapat otot yang menggerakan pencernaan itu. Ketika seorang mengalami DMD ini, maka risikonya adalah terjadinya gangguan gerak usus (motilitas), seperti diare atau sembelit.  

 

7. Gangguan Lainnya

 

Seperti gangguan belajar, dan gangguan mentalitas lainnya. 

 

 Baca Juga: Makanan untuk Menjaga Kesehatan Sistem Saraf

 

Bagaimana Cara Mendiagnosis DMD? 

 

Seorang tenaga kesehatan khususnya dokter memerlukan serangkaian pemeriksaan, dengan diawali wawancara mendalam guna mendalami proses terjadinya keluhan yang terjadi pada penderitanya. Saat wawancara ini peran aktif orangtua yang mengetahui persis tumbuh kembang anak sangat diperlukan. Setelah dirasakan hasil yang cukup, dokter akan melanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Untuk meyakinkan kondisi itu adalah DMD, maka dokter akan memeriksakan serangkaian pemeriksaan seperti: 

 

1. Tes genetika 

 

Pemeriksaan ini dilakukan tentu untuk mengetahui adanya proses delesi, duplikasi, atau mutasi di rantai tertentu saja.  Kekurangan atau kelebihan satu rantai ini berpotensi memicu terjadinya kelainan. 

 

2. Tes darah 

 

Pemeriksaan darah dapat menambah informasi ada atau tidaknya peningkatan kreatinin kinase (CK). Apabila terbukti ada peningkatan, maka bisa disimpulkan kemungkinan adanya kerusakan pada otot.  

 

3. Biopsi 

 

Sampel sel dapat diambil untuk melihat secara spesifik kondisi sel-sel otot, menghitung kadar protein secara spesifik di dalam otot. Metoda ini menjadi salah satu cara diagnosis yang bisa menegakkan diagnosis DMD. 

 

Bisakah DMD Diobati?

 

Pada penderita DMD tidak ada tatalaksana yang bersifat kuratif, namun tatalaksana lebih mengarah untuk meredakan gejala saja. Berikut ini adalah tatalaksana yang akan dilakukan pada penderita: 

 

1. Tindakan operasi 

 

Tindakan operasi diperuntukan bagi kasus-kasus yang terdapat gejala seperti skoliosis, kondisi kontraktur. Pada kondisi ini dokter ahli tulang akan memasangkan seperti penyangga untuk mencegah terjadinya patah dan penguat tulang. 

 

2. Fisioterapi 

 

Fisioterapi menjadi penting untuk melatih pasien sehingga mereka menjadi lebih terampil dan aktif, meskipun masih dalam batas-batas tertentu.  

 

3. Pemberian obat steroid 

 

Golongan steroid yang dipakai hingga saat ini adalah prednisone. Namun hingga saat ini pemanfaatannya belum banyak penelitian yang menyebutkan manfaat dan risikonya. Risiko yang pasti bila konsumsi steroid dilakukan jangka panjang, yaitu: peningkatan berat badan, gangguan otot, pengeroposan tulang, dan gangguan tumbuh kembang.  

 

4. Pemberian Exondys 51 (Eteplirsen)

 

Obat ini ditemukan di tahun 2016 dalam bentuk injeksi (obat suntik) dan lembaga obat dan makanan Amerika Serikat sudah menyetujui peredaran obat ini. 

 

5. Emflaza (Deflzacort) 

 

Obat yang ditemukan di tahun 2017 ini, di Amerika Serikat dikonsumsi oleh kelompok pasien berusia lebih dari 5 tahun. 

 

6. Vyondys 53 (Golodirsen) dan Amondys 45 (Casimersen) 

 

Keduanya tergolong obat baru, dan masih dalam tahap penelitian lebih lanjut. 

Tiga obat terakhir merupakan obat yang masih tergolong baru dan belum banyak diteliti sehingga belum dapat diketahui secara pasti manfaat dan risikonya. 

 

Baca Juga: 5 Kandungan Makanan Untuk Meningkatkan Imun Tubuh

 

Dapatkah DMD Dicegah? 

 

DMD menjadi suatu penyakit yang diwariskan secara genetika, sehingga kondisi ini tidak bisa dicegah, namun dapat diketahui lebih cepat melalui pemeriksaan dini saat seorang bayi masih di dalam janin. Ketika gejala pertama sudah muncul yang bisa dicegah adalah keparahan yang mungkin terjadi oleh pasien. Oleh karena itu perlu kewaspadaan dari orangtua seorang anak untuk mengetahui secara runut perjalanan sakit anaknya karena itu bisa membantu dokter dalam mencegah keparahannya. 

Penyakit DMD menjadi salah satu penyakit langka yang berbahaya bagi penderitanya, oleh karena itu kewaspadaan dari orangtua dan keluarga lainnya untuk mengawasi tumbuh kembang anaknya selalu. Selain itu, orangtua jangan hanya menganggap suatu gangguan tumbuh kembang biasa saja pada anaknya, karena bisa jadi itu menjadi gejala awal seorang anak mengalami penyakit DMD ini. Bila menemukan gejala-gejala seperti yang ada di atas, lebih baik segera membawa anak ke fasilitas kesehatan terdekat.

Albert

dr. Eduard Leonid

dr. Albert

Dr. Albert Novianto lahir di Jakarta, 14 November 1992. Penulis menempuh pendidikan dokter umum di Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya Jakarta dan menyelesaikan pendidikan di tahun 2017.

  1. Do T.T. Muscular Dystrophy. 01 Jul 2021. [Internet]. Accessed on: 15 September 2022. 
  1. Acsadi G. Duchenne Muscular Dystrophy. NORD. [Internet]. Accessed on: 15 September 2022. 
  2. Duchenne Muscular Dystrophy. MedlinePlus. [Internet]. Accessed on: 15 September 2022. 
  3. Limb-girdle muscular dystrophy. MedlinePlus. [Internet]. Accessed on: 16 September 2022.
  4. Smith, R. A., Sibert, J. R., Wallace, S. J., & Harper, P. S. (1989). Early diagnosis and secondary prevention of Duchenne muscular dystrophy. Archives of Disease in Childhood, 64, 787–790. 

Bagikan ke orang terdekat anda

Baca juga :

We will contact you shortly

Thank you for contacting the Carevo team, our team will

immediately contact you with related topics