
We will contact you shortly
Thank you for contacting the Carevo team, our team will
immediately contact you with related topics
Di dalam tulang tengkorak, ada celah kecil tulang di dasar otak Anda yang menahan dan melindungi kelenjar pituitari (kelenjar yang mengontrol bagaimana hormon bekerja di tubuh). Struktur kecil ini disebut Sella tursika.
Pada sebagian orang, sella tursika dibentuk sedemikian rupa sehingga cairan serebrospinal (tulang belakang) dapat mengalir ke dalamnya. Jika terjadi penumpukan cairan serebrospinal dan menekan kelenjar pituitari, maka akan terlihat sella tursika yang tampak kosong (empty). Kondisi ini dikenal sebagai primary empty sella syndrome (ESS).
Kelenjar pituitari juga bisa tampak rata atau kecil karena sebelumnya pernah menjalani operasi atau radiasi untuk tumor atau cedera kepala yang serius. Ini disebut ESS sekunder. Wanita lebih cenderung memiliki ESS daripada pria. Ini juga lebih umum di antara orang-orang yang mengalami obesitas atau memiliki tekanan darah tinggi.
Empty Sella Syndrome (ESS) adalah gangguan yang melibatkan sella tursika, struktur tulang di dasar otak yang mengelilingi dan melindungi kelenjar pituitari. ESS sering ditemukan selama tes pencitraan radiologis untuk gangguan hipofisis. ESS terjadi pada hingga 25 persen populasi. Seseorang dengan ESS mungkin tidak memiliki gejala atau mungkin memiliki gejala akibat hilangnya sebagian atau seluruh fungsi hipofisis (termasuk sakit kepala, dorongan seks rendah, dan impotensi).
Ada dua jenis ESS: primer dan sekunder.
Terjadi ketika ada kecacatan anatomi kecil di atas kelenjar pituitari yang memungkinkan cairan tulang belakang untuk mengisi sebagian atau seluruh bagian sella tursika. Hal ini menyebabkan kelenjar tampak mendatar di sepanjang dinding interior rongga sella tursika. Individu dengan ESS primer mungkin memiliki kadar hormon prolaktin yang tinggi, yang dapat mengganggu fungsi normal testis dan ovarium. ESS primer paling sering terjadi pada orang dewasa dan wanita, dan sering dikaitkan dengan obesitas dan tekanan darah tinggi. Dalam beberapa kasus kelenjar pituitari mungkin lebih kecil dari biasanya; ini mungkin karena kondisi yang disebut pseudotumor cerebri (yang berarti “tumor otak palsu”, yang disebabkan oleh tekanan tinggi di dalam tengkorak). Dalam kasus yang jarang terjadi, tekanan cairan yang tinggi ini dapat dikaitkan dengan drainase cairan tulang belakang melalui hidung.
Pada jenis ini terjadi regresi pada kelenjar pituitari akibat cedera, pembedahan, atau terapi radiasi. Individu dengan ESS sekunder kadang-kadang dapat memiliki gejala yang mencerminkan hilangnya fungsi hipofisis, seperti berhentinya periode menstruasi, infertilitas, kelelahan, dan intoleransi terhadap stres dan infeksi. Pada anak-anak, ESS dapat dikaitkan dengan pubertas dini, defisiensi hormon pertumbuhan, tumor hipofisis, atau disfungsi kelenjar hipofisis. Pemindaian Magnetic Resonance Imaging (MRI) berguna dalam mengevaluasi ESS dan untuk mengidentifikasi gangguan mendasar yang mungkin menjadi penyebab tekanan cairan yang tinggi.
Baca Juga: Gangguan Kepribadian Skizoid: Penyebab, Faktor Risiko, Gejala, dan Cara Mengatasinya
Gejala ESS dapat bervariasi di antara tiap individu dan tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Dalam kebanyakan kasus, terutama pada individu dengan ESS primer, tidak ada gejala yang jelas (asimptomatik). Seringkali, ESS ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan CT atau MRI ketika individu sedang dievaluasi karena alasan lain.
Gejala paling umum yang berpotensi terkait dengan ESS adalah sakit kepala kronis. Namun, tidak diketahui apakah sakit kepala berkembang karena ESS atau hanya temuan yang bersifat kebetulan. Banyak individu dengan ESS memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi), yang dengan sendirinya dapat menyebabkan sakit kepala jika memberat.
Dalam kasus yang jarang terjadi, individu dengan ESS mengalami peningkatan tekanan di dalam tengkorak (tekanan intrakranial), kebocoran cairan serebrospinal dari hidung (rinorhea serebrospinal), pembengkakan diskus optikus karena peningkatan tekanan tengkorak (papiledema), dan kelainan. mempengaruhi penglihatan seperti hilangnya kejernihan penglihatan (visual acuity).
Pada ESS, fungsi kelenjar pituitari biasanya tidak terpengaruh. Hipofisis adalah kelenjar kecil yang terletak di dekat pangkal tengkorak yang menyimpan beberapa hormon penting dan melepaskannya ke dalam aliran darah sesuai kebutuhan tubuh. Hormon-hormon ini mengatur banyak fungsi tubuh yang berbeda. Meskipun jarang terjadi, beberapa fungsi hipofisis yang abnormal atau menurun dapat terjadi (hipopituitarisme) dalam keadaan ESS.
Individu dengan ESS sekunder lebih mungkin untuk menunjukkan kelainan yang mempengaruhi penglihatan dan penurunan fungsi hipofisis karena penyebab yang mendasari ESS (misalnya tumor hipofisis yang diobati atau trauma) mengakibatkan masalah terkait lainnya.
Penyebab pasti dari ESS primer tidak diketahui secara pasti (idiopatik). Penelitian yang ada menunjukan adanya kecacatan pada diafragma sellae yang ada saat lahir (cacat bawaan) dan berperan dalam proses terjadinya ESS primer. Diafragma sellae adalah lipatan duramater (lapisan terluar dari membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang). Diafragma sellae menutupi tulang sphenoid dimana sella tursika dan hipofisis berada. Pada beberapa individu, robekan pada diafragma sellae memungkinkan membran di bawahnya menembus (herniate), yang memungkinkan cairan serebrospinal mengalir keluar dan menumpuk di sella tursika. Tekanan yang diberikan oleh cairan dapat meratakan atau memperbesar sella tursika. Akibatnya, hipofisis menjadi tertekan dan menjadi rata. Sedangkan ESS sekunder disebabkan oleh berbagai kondisi yang berbeda termasuk cedera atau trauma pada kepala, tumor hipofisis yang diobati, infeksi, terapi radiasi, pembedahan pada daerah hipofisis, atau kelainan langka seperti sindrom Sheehan.
Baca Juga: Mari Mengenal Apa Itu Rhinitis Alergi dan Ciri-Ciri Penderitanya
Faktor yang memiliki kecenderungan untuk terjadinya ESS adalah :
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Endometriosis dan Cara Mengobatinya
Kebanyakan individu dengan ESS tidak memiliki gejala apapun dan tidak memerlukan pengobatan. Ketika gejala terjadi, pengobatan ditujukan pada gejala spesifik yang tampak pada setiap individu. Jika fungsi hipofisis menjadi terganggu, maka terapi pengganti untuk hormon tertentu harus diberikan sesuai kebutuhan. Pembedahan mungkin diperlukan ketika cairan serebrospinal mengalami kebocoran.
Selalu jaga kesehatan anda, dan catat gejalanya dengan Aplikasi Personal Health Record dari Carevo.
Artikel Ditulis Oleh:
Baca juga :
Thank you for contacting the Carevo team, our team will
immediately contact you with related topics