
We will contact you shortly
Thank you for contacting the Carevo team, our team will
immediately contact you with related topics
Sensory processing adalah proses otak menginterpretasi informasi yang didapatkan oleh indra manusia, seperti penglihatan, penciuman, pembauan, pendengaran, dan taktil atau sentuhan. Informasi ini kemudian diteruskan ke otak sehingga dapat diproses dan memberikan reaksi (respons) yang sesuai. Proses ini terbagi menjadi 4 tahap yaitu:
Sensory processing disorder merupakan kondisi di mana terdapat gangguan pada satu atau beberapa tahapan tersebut sehingga otak tidak dapat atau terhalang dalam memproses stimulus atau rangsangan sehingga tidak dapat memberikan respons yang sesuai. SPD dapat mengenai satu atau lebih indra seseorang sehingga menimbulkan gangguan pada proses tumbuh kembang, pembelajaran, dan aktivitas sehari-hari.
Kondisi ini banyak ditemukan pada anak-anak, meskipun juga dapat menyerang orang dewasa. Penelitian epidemiologi di Barat menunjukan prevalensi yang cukup tinggi, di mana terdapat 11% – 13% anak dengan SPD.
Penyebab pasti SPD hingga saat ini belum diketahui namun diperkirakan berhubungan dengan genetik seseorang dan faktor lingkungan. Sebuah studi juga menyebutkan bahwa SPD berkaitan dengan gangguan psikologis (mental) lainnya sebesar 63% seperti autism spectrum disorder, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), sindroma down dan sebagainya .
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian SPD pada anak antara lain:
Baca Juga: Azoospermia: Pengertian, Penyebab, Faktor Risiko, dan Cara Mengobatinya
Anak dengan SPD dapat menunjukan gejala seperti:
Anak sulit untuk duduk diam dan mengerjakan suatu aktivitas apabila ada stimulus lain dari luar, karena pada SPD anak sulit untuk memfokuskan diri pada satu hal bila stimulus datang bersamaan. Misalnya saat anak diminta mendengarkan penjelasan tentang satu binatang, namun ada mainan di sekitarnya atau alat-alat untuk menggambar, anak cenderung terdistraksi dengan mainan dan alat-alat tersebut sehingga sulit fokus pada kegiatan utama.
Gangguan pada proses sensoris menyebabkan anak sulit merespons rangsangan sentuh, misalnya menjadi mudah jatuh dan hilang keseimbangan.
Rangsan sentuhan atau cahaya yang normal bagi orang lain, bisa ditanggapi dengan berlebihan oleh anak dengan SPD, seperti merasak sentuhan tersebut kasar dan cahaya terlalu terang sehingga menjadi marah atau menarik diri.
Anak dengan SPD sulit melakukan gerakan seperti mengancingkan baju atau mengikat tali sepatu, sehingga lebih suka memakai kaos dan sandal. Atau kesulitan menyisir rambut dan memotong kuku.
Respons yang tidak sesuai dapat berupa anak tidak menoleh saat namanya dipanggil, merasa kegelian berlebihan saat tangan disentuh, bahkan tidak merasa nyeri saat memegang gelas berisi air panas.
Baca Juga: Tethered Cord Syndrome: Pengertian, Penyebab, dan Cara Mengobatinya
Gerakan yang disukai anak dengan SPD seperti berputar di tempat terus-menerus, berlari berputar-putar, melompat dan menabrak orang atau benda lain. Tetapi anak tidak menyukai aktivitas yang menggunakan alat seperti perosotan atau ayunan.
Anak dengan SPD mempunyai hambatan dalam komunikasi dua arah dan gangguan dalam mempelajari bahasa sehari-hari dan artikulasinya.
Adanya SPD membuat anak kesulitan dalam proses belajar dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat berakibat serius pada pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut hingga dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri dan depresi. Selain itu karena proses persepsi yang berbeda dapat menyebabkan anak menjadi kasar dan sulit terlibat dalam kegiatan dengan orang lain.
Untuk menilai proses sensoris anak dapat dilakukan dengan beberapa tes seperti sensory profile (SP), sensory integration and praxis test (SIPT), dan sensory processing measure (SPM) serta tes yang lebih baru, evaluation in ayres sensory integration (EASI). Tes ini berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengevaluasi fungsi sensoris anak, yang dikombinasikan dengan penilaian, observasi, dan laporan orang tua berdasarkan keseharian anak tersebut.
Terapi SPD bertujuan membantu anak agar dapat memberikan respons yang sesuai terhadap stimulus tertentu sehingga dapat beraktivitas dengan baik, seperti:
Terapi integrasi sensoris diberikan oleh profesional terlatih dengan mengajak anak melakukan aktivitas bermain dan belajar memberikan respons terhadap stimulus yang datang, di lingkungan yang terkontrol. Terapi ini bertujuan agar anak dapat membentuk kemampuan beradaptasi yang lebih baik.
Terapi pada anak dengan SPD bersifat berkelanjutan dan kontinu, sehingga tidak cukup bila hanya dilakukan oleh seorang terapis dan membutuhkan komitmen dari orang tua/pengasuh untuk tetap melakukan latihan secara teratur dengan diet sensoris. Hal ini dilakukan dengan mengajak anak bermain ayunan, trampolin, atau mengajak anjing berjalan-jalan, juga bisa dilakukan dengan latihan halang rintang.
Baca Juga: Dengue Shock Syndrome : Gejala, Penyebab dan Cara Mengobatinya
Terapi okupasi membantu anak mempelajari gerak motorik halus seperti menulis, mengancingkan baju, atau menggambar, dan gerak motorik kasar seperti melempar dan menerima bola atau naik turun tangga.
Leon
dr. Eduard Leonid adalah seorang dokter umum lulusan Universitas Airlangga Surabaya tahun 2011. Penulis saat ini bekerja sebagai dokter tetap di RS SMC Telogorejo Semarang.
Baca juga :
Thank you for contacting the Carevo team, our team will
immediately contact you with related topics